Minggu, 06 Juli 2014

laporan praktikum phlebotomi (pengambilan darah vena)


I. TUJUAN
Mengetahui Teknik Pengambilan Darah Vena dengan tujuan Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan.


II. PRINSIP
Pembendungan pembuluh darah vena dilakukan agar pembuluh darah tampak jelas dan dengan mudah dapat ditusuk sehingga didapatkan sempel darah.


III. DASAR TEORI


Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy yang berarti proses mengeluarkan darah. Suatu cara pengambilan darah vena yang diambil dari vena dalam fossa cubiti, vena saphena magna / vena supervisial lain yang cukup besar untuk mendapatkan sampel darah yang baik dan representative dengan menggunakan spuit.
Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3 macam cara memperoleh darah, yaitu : melalui tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi. Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy sering dikaitkan dengan venipuncture.


IV. ALAT & BAHAN
ALAT :
1        Spuite atau jaurm suntik
2        Turniket
3        Kapas kering
4        Kapas alkohol
5        Anti koagulan
BAHAN :
6        Alkohol 75%


V. CARA KERJA
1)      Diasiapkan alat dan bahan.
2)      Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah, usahakan pasien senyaman mungkin.
3)      Minta pasien meluruskan lenganya, pilih tangan yng banyak melakukan aktivitas.
4)      Minta pasien untuk mengepalkan tangannya.
5)      Dipasangkan turniket kira-kira 10 cm diatas lipatan siku.
6)      Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Dilakukan perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena. Apabila vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastic dan memiliki dinding tebal.
7)      Jika vena tidak teraba, dilakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit pada daerah lengan.
8)      Dibersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol 70% dan biarkan kering, dengan catatan kulit yang sudah dibersihkan jang dipegang lagi.
9)      Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk kedalam semprit (flash). Usahakan sekali tusuk vena, lalu turniket dilepas.
10)  Setelah volume darah dianggap cukup, minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil ± 2 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
11)  Diletakan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan / tarik jarum. Tekan kapas beberapa saat lalu plester selama ± 15 menit.


VI. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dan praktikum saudara yaitu dengan teknik yang tepat darah vena dapat diambil.


VII. PEMBAHASAN
Pengambilan darah vena sangat bermanfaat bagi setiap pemeriksaan hematologi.
Yang perlu diperhatikan adalah:
1.  Pemasangan turniket (tali pembendung)
·         pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PCV dan elemen sel), peningkatan kadar substrat (protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total)
·         melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan hematoma
2.  Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga mengakibatkan masukknya udara ke dalam tabung dan merusak sel darah merah.
3.  Penusukan
·         penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan sehingga dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu, penusukan yang berkali-kali juga berpotensi menyebabkan hematoma.
·         tutukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena menyebabkan darah bocor dengan akibat hematoma
4.  Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis sampel akibat kontaminasi oleh alcohol, rasa terbakar dan rasa nyeri yang berlebihan pada pasien ketika dilakukan penusukan


VIII. KESIMPULAN
Sampling darah vena secara baik dan benar sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan tidak menimbulkan keluhan pada pasien.
1. Pembendungan yang terlalu lama akan mempengaruhi hasil pemeriksaan karena akan terjadi hemokonsentrasi.
2. Vena yang dapat ditusuk yaitu: pada orang dewasa adalah vena fossa cubiti, pada bayi vene juguralis superfialis atau sinus sagitalis superior.
3. Penusukkan harus tepat pada vena agar tidak menimbul hematum.
4. Pengisapan darah yang terlalu dalam akan menyebabkan darah membeku dalam spuit, segera pisahkan darah ke dalam tabung sesuai dengan jenis pemeriksaan.




























LAPORAN PENGAMBILAN DARAH (PHELEBOTOMY)
I.          Judul                     : Phelebotomy (Teknik Pengambilan Darah).
II.        Tujuan                  : Mengetahui Teknik Pengambilan Darah.
III.      Prinsip                  : Darah dapat diambil jika posisi jarum suntik atau spuite pas                                               mengenai vena.
IV.      Dasar teori           : Teknik phelebotomy adalah tehnik yang banyak sering digunakan             seiring kemajuan zaman. Teknik ini digunakan dengan menusukan jarum pada vena pasien, selain kemampuan teknis harus juga memiliki kemampuan mental dalam menghadapi pasien.
Tujuan pengambilan darah adalah untuk mendapatkan sampel darah vena, untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah, persiapan yang harus dilakukan adalah persiapan alat dan seperti spuit atau jarum suntik, anti koagulan, tabung sampel, kapas alkohol, dan tourniquet. Adapun sikap yang harus diberikan kepada pasien adalah ramah tamah dan professional dalam menghadapi pasien.
V.        Alat dan Bahan : 
a.      Alat :
1.      Spuite atau jaurm suntik
2.      Turniket
3.      Kapas kering
4.      Kapas alkohol
5.      Anti koagulan
b.      Bahan :
1.      Alkohol 75%
VI.      Cara Kerja
1)      Diasiapkan alat dan bahan.
2)      Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah, usahakan pasien senyaman mungkin.
3)      Minta pasien meluruskan lenganya, pilih tangan yng banyak melakukan aktivitas.
4)      Minta pasien untuk mengepalkan tangannya.
5)      Dipasangkan turniket kira-kira 10 cm diatas lipatan siku.
6)      Pilih bagian vena median cubitalatau cephalic.Dilakukan perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena. Apabila vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastic dan memiliki dinding tebal.
7)      Jika vena tidak teraba, dilakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit pada daerah lengan.
8)      Dibersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol 70% dan biarkan kering, dengan catatan kulit yang sudah dibersihkan jang dipegang lagi.
9)      Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk kedalam semprit (flash). Usahakan sekali tusuk vena, lalu turniket dilepas.
10)  Setelah volume darah dianggap cukup, minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil ± 2 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
11)  Diletakan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan / tarik jarum. Tekan kapas beberapa saat lalu plester selama ± 15 menit.
VII.    Hasil Pengamatan :
Dengan teknik yang tepat darah vena dapat diambil.
VIII.  Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan diatas yaitu pengambilan darah vena , dan darah vena dapat terambil.








































BAB I
PENDAHULUAN


1.1    LATAR BELAKANG
          Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah.
          Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi, pengaturan suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basa eritrosit selama hidupnya tetap berada dalam tubuh. Sel darah merah mampu mengangkut secara efektif tanpa meninggalkan fungsinya di dalam jaringan, sedang keberadaannya dalam darah, hanya melintas saja.
          Darah berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
          Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.
Komposisi
          Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45%bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yangmembentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah.
Korpuskula darah terdiri dari:
a.              Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidakdianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobindan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalampenentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit menderitapenyakit anemia. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%),bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah.
b.       Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh danbertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing danberbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboidatau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukositmenderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukositmenderita penyakit leukopenia.
c.       Plasma darah
Pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung : albumin,bahan pembeku darah, immunoglobin (antibodi), hormon, berbagai jenisprotein, berbagai jenis garam. ( Wikipedia, 2009 ).








Antikoagulansia untuk Pemeriksaan Hematologi
Agar darah yang akan diperiksa jangan sampai membeku dapat dipakaibermacam-macam antikoagulan. Tidak semua macam antikoagulan dapat dipakaikarena ada yang terlalu banyak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit atau leukosityang akan diperiksa morfologinya. Antikoagulan tersebut antara lain : EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate), sebagai garam natrium ataukaliumnya. Garam-garam itu mengubah ion kalsium dari darah menjadi bentukyang bukan ion. Dalam pemeriksaan hematologi selain pemeriksaan apusan darah,antikoagulan EDTA tidak berpengaruh terhadap besar dan bentuknya eritrosit dantidak juga terhadap bentuk leukosit. Namun untuk pemeriksaan apusan darah,sampel darah EDTA memiliki batasan waktu penyimpanan maximal selama 2jam, karena jika lebih dari batasan waktu eritrosit dapat membengkak dantrombosit dapat mengalami disintegrasi. Tiap 1 mg EDTA menghindarkanmembekunya 1 ml darah. EDTA sering dipakai dalam bentuk larutan 10%. Kalauingin menghindarkan terjadi pengenceran darah, zat kering pun boleh dipakai.Akan tetapi dalam hal terakhir ini perlu sekali menggoncangkan wadah berisiEDTA dan darah selama 1-2 menit, karena EDTA kering lambat melarut
Heparin berdaya seperti antitrombin, tidak berpengaruh terhadap bentukeritrosit dan leukosit. Dalam praktek sehari-hari heparin kurang banyak dipakaikarena mahal harganya. Tiap 1 mg heparin mencegah membekunya 10 ml darah.Heparin boleh dipakai sebagai larutan atau dalam bentuk kering.Natriumsitrat dalam larutan 3,8%, yaitu larutan yang isotonic dengandarah. Dapat dipakai dalam beberapa macam percobaan hemoragik dan untuk lajuendap darah cara westergren.
Campuran amoniumoxalat dan kaliumoxalat menurut Paul dan Heller yangjuga dikenal sebagai campuran oxalate seimbang. Dipakai dalam keadaan keringagar tidak mengencerkan darah yang diperiksa.
Jika memakai amoniumoxalat tersendiri eritrosit membengkak, dan jikakaliumoxalat tersendiri menyebabkan eritrosit mengerut.campuran kedua garamitu dalam perbandingan 3 : 2 tidak berpengaruh terhadap besarnya eritrosit (tetapiberpengaruh terhadap morfologi leukosit). Larutan pokok : amoniumoxalat 12sg,kaliumoxalat 8 g, aquadest ad 1000 ml. botol atau tabung diisi dengan 0,2 atau 0,5ml larutan itu, kemudian dikeringkan pada suhu kurang dari 70 derajat Celcius.Ke dalam botol tersebut kemudian dimasukkan 2 atau 5 ml darah untukpemeriksaan hematologi.


Darah EDTA untuk Pemeriksaan Hematologi
Darah EDTA dapat dipakai untuk beberapa macam pemeriksaanhematologi, seperti penetapan kadar hemoglobin, hitung jumlah eritrosit, leukosit,trombosit, retikulosit, hematokrit, penetapan laju endap darah menurut westergrendan wintrobe.
Pemeriksaan dengan memakai darah EDTA sebaiknya dilakukan segerakarena eritrosit dapat membengkak dan trombosit dapat mengalami disintegrasibila pemeriksaan terlalu lama ditunda. Kalau terpaksa ditunda boleh disimpandalam lemari es (40C). Untuk membuat sediaan apus darah tepi dapat dipakai darah EDTA yang disimpan paling lama 2 jam.
1.2    TUJUAN
Tujuanpenulisanlaporanakhirini, yaitu :
1.    Sebagai bahan rujukkanmahasiswa untuk mengikuti Ujian Akhir Semester ( UAS )
2.    Sebagai bahan  untuk memenuhi persyaratan tugas mata kuliah


1.3    MANFAAT
Laporaninidiharapkandapatbermanfat ,yaknisebagaibahanpembelajaranbagipembaca.






BAB II
ISI


2.1  PRAKTIKUM I
       A. Hari/Tanggal        :    Selasa, 13 Maret 2012
       B. Judul Praktikum  :    Pengambilan Darah Vena
C. Tujuan                  :    Praktikan mampu dan terampil dalam pengambilan (sampling) darah vena, serta dapat melakukan teknik-tekniknya dengan baik dan benar.
D. Dasar Teori          :   
            Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah, dikenal istilah phlebotomy yang berarti proses mengeluarkan darah. Ada 3 macam cara pengambilan darah, yaitu : melalui tusukkan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri/nadi. Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan oleh karena itu, istilah phlebotomy sering dikaitkan dengan venipuncture.
E. Alat dan Bahan
     1.  Alat :
          a.  Spuit
          b.  Torniquet/pembendung vena
          c.  Plester
          d.  Sarung tangan
2.  Bahan :
a.    Alkohol 70%
b.    Bulatan kapas kering
F.  Prosedur Kerja
     1.    Siapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pengambilan darah.
     2.    Lakukan pendekatan dengan pasien secara tenang dan ramah. Usahakan pasien senyaman mungkin.
     3.    Minta pasien untuk meluruskan tangan/lengannya, pilih tangan yang biasanya paling sering digunakan pasien untuk melakukan aktivitasnya.
     4.     Minta pasien mengepalkan tangan
     5.    Lakukan pencarian vena pada daerah sekitar lipatan siku. Lakukan perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena, vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.
     6.    Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil (pada daerah vena) dengan kapas alcohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
     7.    Pastikan spuit dalam keadaan baik/lancar dengan menarik-narik penghisap spuit dan longgarkan sedikit dengan cara menarik penghisap spuit (tarik sedikit saja).
     8.    Pasang tali pembendung (torniquet) kira-kira 5-10 cm (3 jari) di atas lipat siku pasien. Pastikan alkohol sudah kering.
     9.    Buka penutup spuit, lalu pijat/longgarkan daerah vena pasien dengan jari telunjuk/ibu jari. Daerah yang akan ditusuk (vena) harus searah dengan jarum.
     10.  Tusukan jarum ± 1,25 inci pada daerah vena pasien dengan posisi 45 o dari lengan pasien.
     11.  Perhatikan spuit, jika darah sudah sedikit masuk ke dalamnya berarti daerah vena sudah berhasil tertusuk dan spuit diturunkan pada posisi 30 o
      12.  Tarik penghisap spuit perlahan-lahan sampai pada volume darah yang dibutuhkan.
     13.  Lepaskan torniquet menggunakan tangan yang lain, tangan yang satu harus tetap menahan spuit. Minta pasien untuk membuka kepalan tangannya.
     14.  Ambil kapas kering, letakkan pada daerah tusukkan (jangan ditekan), lepaskan perlahan-lahan/tarik perlahan-lahan spuit dari daerah tusukkan sambil kapas ditutup pada daerah tersebut. Jangan tutup menggunakan kapas pada saat jarum masih tertusuk pada daerah tusukkan.
     15.  Tutup kembali spuit, lalu pasangkan plester pada bekas tusukkan pasien.




G. Pembahasan    
            Pengambilan darah vena (venipuncture), umumnya diambil dari vena median cubital yang terletak pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak memungkinkan (seperti terdapat luka pada daerah tersebut) maka, vena chepalica atau vena basilica bisa menjadi pilihan berikutnya. Pada bayi biasanya sampling darah vena menggunakan vena jugularis superficialis atau sinus sagittalisuperior. Pengambilan darah pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-hati karena letakny.

Kamis, 03 Juli 2014

tugas duluuu


Makalah Keperawatan Gerontik
Rentang gerak Pada Lansia


Pengarang       :: Mohamad khoirul

BAB I  PENDAHULUAN
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang. Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas optimal. Imobilitas, intoleransi aktivitas,.
Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia yang berada di Institusi perawatan mengungkapkan bahwa hambatan mobilitas fisik adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul. Prevalensi dari masalah ini meluas di luar institusi sampai melibatkan seluruh lansia
Awitan imobilitas atau intoleransi aktivitas untuk sebagian besar orang tidak terjadi secara tiba-tiba, bergerak dari mobilitas penuh sampai ketergantungan fisik total atau ketidak aktifan, tetapi lebih berkembang secara perlahan dan tanpa disadari. Intervensi diarahkan pada pencegahan kea rah konsekuensi-konsekuensi imobilitas dan ketidak aktifan dapat menurunkan kecepatan penurunannya.
BAB II PEMBAHASAN
Imobilitas dan Intoleransi Aktivitas pada Lansia
GANGGUAN MOBILITAS FISIK
Definisi
Sutau keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang
Batasan karakteristik
  • Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi
  • Keengganan untuk melakukan pergerakan
  • Keterbatasan rentang gerak
  • Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot
  • Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan medis
  • Gangguan koordinasi
Faktor-faktor yang berhubungan
  • Intoleransi aktivitas
  • Penurunan kekuatan dan ketahanan
  • Nyeri dan rasa tidak nyaman
  • Gangguan persepsi atau kognitif
  • Gangguan neuromuskuler
  • Depresi
  • Ansietas berat
INTOLERANSI AKTIVITAS
Definisi
Suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan aktivitas sehri-hari yang dibutuhkan atau diinginkan.
Batasan karakteristik
  • Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan
  • denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas
  • Rasa tidak nyaman dispneu setelah beraktivitas
  • Perubahan elektrokardiogravis yang menunjukkan adanya disritmia atau iskemia
Faktor-faktor yang berhubungan
  • Tirah baring dan imobilitas
  • Kelemahan secara umum
  • Gaya hidup yang kurang gerak
  • Ketidakseimbanag antara suplai oksigen dan kebutuhan
Faktor-faktor Internal
Berbagai factor internal dalam imobilisasi tubuh atau bagian tubuh antara lain;
  • Penurunan fungsimuskuloskeletal
  • Perubahan fungsi neurologist
  • Nyeri
  • Defisit perceptual
  • Berkurangnya kemampuan kognitif
  • Jatuh
  • Perubahan hubungan social
  • Aspek psikologis
Faktor-faktor eksternal
Factor tersebut termasuk;
  • Program terapeutik
  • Karakteristik penghuni institusi
  • Karakteristik staf
  • Sistem pemberian asuhan keperawatan
  • Hambatan-hambatan
  • Kebijakan-kebijakan institusi

Dampak masalah pada lansia
Lansia sangt renan erhadap konsekuensi fisiologis dn psikologis dari imobilitas. Perub ahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
Suatu pemahman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian.
MANIFESTSI KLINIS
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan
Efek
Hasil
  • Penurunan konsumsi oksigen maksimum
  • Penurunan fungsi ventrikel kiri
  • Penurunan volume sekuncup
  • Perlambatan fungsi usus
  • Pengurangan miksi
  • Gangguan tidur
  • Intoleransi ortostatik
  • Peningkatan denyut jantung, sinkop
  • Penurunan kapasitas kebugaran
  • Konstipasi
  • Penurunan evakuasi kandung kemih
  • Bermimpi pada siang hari, halusinasi
PENATALAKSANAAN
  1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.
  • Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.


  • Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek latihan.
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman;
-          Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum, selama dan setelah aktivitas diberikan)
-          Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus)
-          Kesulitan yang dirasakan
-          Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan
-          Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)
  • Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
  1. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik





PENGKAJIAN
  • Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
  • Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
  • Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
  • Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
  • Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
  • Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.

  • Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas
PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau kesakitan yang dihasilkan atau yang turut berperan terhadap masalah imobilitis dan penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari imobilitas.  Contoh-contoh pendekatan terhadap penanganan imobilitas meliputi terapi fisik untuk mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten atau stoking kompresi gradien untuk meningkatkan aliran darah vena dan mencegah tromboembolisme, spirometri insesif untuk hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali untuk eliminasi
INTERVENSI
Limatujuan mengarahkan intervensi keperawatan untuk mencegah atau meniadakan sekuelafisiologis dari imobilitas. Tujuan pertama meliputi pemeliharaan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal, yang termasuk pengondisian program latihan harian baik kontraksi otot isometrik dan isotonik, aktivitas penguatan aerobik, nutrisi untuk meningkatkan anabolisme protein dan pembentukan tulang, dan sikap komitmen terhadap latihan. Kedua, pemeliharaan fleksibilitas sendi yan terlibat dalam latihan rentang gerak, posisi yang tepat, dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Ketiga, pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi hiperinflasi dan mobilisasi serta menghilangkan sekresi. Keempat, pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi tindakan-tindakan pendukung untuk mempertahankan tonus vaskuler (termasuk mengubah posisi dalam hubungannya dengan gravitasi), stoking kompresi untuk memberikan tekanan eksternal pada tungkai, dan asupan cairan yang adekuat untuk mencegah efek dehidrasi pada volume darah. Pergerakan aktif memengaruhi toleransi ortostatik. Terakhir, pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantung pada dukungan nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk memfasilitasi eliminasi. Pembahasan tentang intervensi disajikan di sini.
KONTRAKSI OTOT ISOMETRIK
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah panjang otot yang menggerakkan sendi. Kontraksi-kontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam keadaan berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan untuk memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot.

KONTRAKSI OTOT ISOTONIK
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang. Kontraksi ini mengubah panjang otot tanpa mengubah tegangan. Karena otot-otot memendek dan memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada saat berada di tempat tidur, dengan tungkai menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara mendorong atau menarik suatu objek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih baik otot-otot fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.
LATIHAN KEKUATAN
Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang progresif. Kekuatan otot harus menghasilkan peningkatan setelah beberapa waktu. Latihan angkat berat dengan meningkatkan pengulangan dan berat adalah aktivitas pengondisian kekuatan. Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh.
LATIHAN AEROBIK
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari denyut jantung maksimal dihitung dengan (220-usia seseorang) x 0,7
Aktivitas aerobik yang dipilih harus menggunakan kelompok otot besar dan harus kontinu, berirama, dan dapat dinikmati. Contohnya termasuk berjalan, berenang, bersepeda, dan berdansa.
SIKAP
Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi pada individu yang mengalami imobilisasi adalah sikap perawat dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari. Sikap perawat tidak hanya memengaruhi komitmen untuk memasukkan latihan sebagai komponen rutin sehari-hariyang berkelanjutan, tetapi juga integrasi aktif dari latihan sebagai intervensi bagi lansia di berbagai lingkungan; komunitas, rumah sakit, dan fasilitas jangka panjang. Demikian pula halnya sikap klien dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.
LATIHAN RENTANG GERAK
Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-keuntungan yang berbeda. Latihan aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif. Sebaliknya, gerakan pasif, yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.


MENGATUR POSISI
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balk vena. Jika seseorang diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan dan penurunan tekanan darah balik vena akan terjadi. Posisi duduk di kursi secara normal dengan tungkai tergantung secara potensial berbahaya untuk seseorang yang beresiko mengalami pengembangan trombosis vena. Mengatur posisi tungkai dengan ketergantungan minimal (misalnya meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah pengumpulan darah pada ekstremitas bawah.
RENCANA PERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan untuk imobilitas betujuan mempertahankan kemampuan dan fungsi, serta mencegah gangguan.
Diagnosa keperawatan; Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom dissue
Hasil yang diharapkan
Intervensi keperawatan
Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal dan fleksibilitas sendi-sendi
  • Observasi tanda dan gejala penurunan mobilitas sendi, dan kehilangan ketahanan
  • Observasi status respirasi dan fungsi jantung pasien
  • Observasi lingkungan terhadap bahaya-bahaya keamanan yang potensialUbah lingkungan untuk menurunkan bahaya-bahaya keamanan
  • Ajarkan tentang tujuan dan pentingnya latihan
  • Ajarkan penggunaan alat-alat bantu yang tepat
DOKUMENTASI YANG ESENSIAL
Dokumentasi untuk setiap sistem meliputi hal-hal berikut;
  • Untuk muskuloskeletal ; kekuatan otot, ukuran, tonus, dan ketahanan; mobilitas sendi, termasuk rentang gerak sendi dan pengkajian fungsional mengenai kemampuan; penggunaan dan penyalahgunaan alat bantu; masalah-masalah mobilitas; dan adanya nyeri
  • Untuk Kardiovaskular; perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan denyut nadi
  • Untuk respirasi; pengkajian paru
  • Untuk Integumen; karakteristik kulit diatas tonjolan tulang
  • Untuk urinaria; frekuensi dan jumlah berkemih
  • Untuk gastrointestinal; karakter dan pola feses dan alat bantu yang biasa digunakan untuk memfasilitasi eliminasi.
  1. Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman
BAB III PENUTUP
Gangguan mobilitas fisik merupakan suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang
Intoleransi aktifitas merupakan suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan aktivitas sehri-hari yang dibutuhkan atau diinginkan.
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman